Misteri Jendela Kamar
Kejadian
itu terus berulang setelah aku menempati rumah baruku ini. Rumah baruku lumayan
luas, elite, dan dilengkapi dengan banyak jendela. Dari yang berukuran kecil
sampai yang besar sekalipun ada di rumahku. Sehingga banyak tetangga yang
menjuluki rumahku dengan sebutan “Rumah Kaca”. Pada suatu malam, tepatnya malam
Jumat, aku mendengar suara yang cukup aneh dari salah satu jendela di kamarku.
Jujur saja, aku merinding dan ketakutan yang teramat sangat. Aku takut kalau
sampai terjadi hal-hal yang sangat merugikan diriku.
Malam
yang penuh ketegangan itu akhirnya berlalu, berganti dengan pagi yang cerah. Di
kepalaku masih saja terngiang akan kejadian semalam. Tentu saja aku khawatir
dan mengalami trauma yang berkelanjutan. Malam ketiga dan keempat, kejadian itu
tak menggangguku lagi. Mungkin itu hanya orang iseng yang ingin mencoba
menakut-nakutiku. Tapi, tetap saja aku harus waspada, bilamana orang itu datang
kembali.
Malam
mengerikan itupun berlalu, cukup senang rasanya hatiku. Aku akhirnya bisa
sedikit lebih tenang dan nyaman. Namun itu tidak berlangsung lama. Kejadian
aneh itupun terulang kembali. Tepat pukul 23.30 WITA, bunyi-bunyi aneh itu
kembali mengganggu ketenanganku. Semula aku yang sedang menonton televisi di
ruang tamu, menjadi tegang dan sangat ketakutan. Sampai-sampai aku mengalah
dengan rasa takutku, dengan sangat terpaksa aku harus tidur di ruang tamu.
Sungguh
sudah hampir lima kali aku mengalami kejadian aneh ini, semenjak pindah
beberapa waktu lalu. Rasanya aku ingin berpindah ke tempat yang lebih nyaman
dan aman lagi. Namun mustahil bagiku untuk kembali menjual rumah megah nan
mewah ini.
Akhirnya
aku memberanikan diri untuk memerangi rasa takutku itu. Aku mencoba untuk
memergoki aksi orang iseng tersebut. “Kalau sampai ketahuan, akan kuhabisi
dia!” ungkapku dalam hati. Jam di kamarku menunjukkan tepat pukul 23.00 WITA,
aku mulai bersiaga di samping jendela kamarku sambil membawa sebuah raket
nyamuk. Waktu terus saja berlalu, namun aku tak kunjung mendapati orang itu
mengusik ketenanganku. Akupun merasa lelah dan ngantuk. Rasanya sia-sia saja
menunggu orang itu. Dengan sisa tenagaku, aku mengunci seluruh pintu rumahku
dan berbaring di ranjang kesayanganku.
Sang
Fajar terlihat mulai memancarkan cahayanya yang cemerlang. Entah mengapa, aku
merasa aneh hari ini, dan benar saja! Aku bangun kesiangan, ya ampun.. jam di
kamarku sudah menunjukkan pukul 12.00 WITA. Sungguh ini semua gara-gara aksi
nekatku semalam. Untung saja ini hari Minggu, hari di mana kita, kaum pelajar
mengalami kebebasan.
Namun,
tetap saja aku merasakan rasa khawatir yang cukup mendalam, perihal kejadian
itu. Malamnya, aku mencoba bersiaga kembali di samping jendela itu. Tepat pukul
23.15 WITA, orang itu mengusik ketenanganku kembali. Aku yang setengah
tertidur, terkejut, dan lompat dari ranjang. Akupun membuka jendela kamarku dan
menakut-nakutinya dengan raket nyamuk itu.
Rupaya
aku mendapati orang itu terjatuh akibat terdorong kaca jendelaku. Akupun segera
menuju ke taman belakang rumahku untuk menemui orang itu. Setelah sampai di
taman, ternyata dia seorang lelaki, yang sudah terkulai lemas tak berdaya,
akibat tamparan hangat kaca jendelaku tadi. Langsung saja aku memarahinya.
“Oh...
rupanya kamu yang selalu menggangguku!” kataku dengan lantang.
“Ampun...
ampun... mbak” jawab lelaki itu dengan penuh rasa kaget.
“Mau
ngapain kamu ke sini? Mau maling ya?” tanyaku menjebak penuh amarah.
“Eng....
enggak mbak” jawabnya ketakutan.
“Lantas?
Apa?” tanyaku.
“Aku
cuma mau minta nomor Hp mbak...” jawabnya setengah ketakutan.
“Hah?
Apa? Jangan main-main kamu! Mau kena sengatan raket kamu?!”
“Ammmpunnn...serius mbak... cu..
cuma.. mau minta nomor Hp mbak, soalnya kata
Ayah, mbak belum ngasih nomor
Hp waktu administrasi seminggu lalu dan mbak juga belum membayar tagihan
listrik.” jawab lelaki itu.
“Lah! Bilang toh kalau begitu! Kenapa tidak minta siang-siang saja? Kenapa harus
sekarang?” ungkapku.
“Habisnya mbak sih menutup pintu terlalu rapat, saya kira tidak ada orang. Awalnya
Ayah saya melarang untuk melakukan hal ini, tapi saya nekat mbak supaya
urusannya cepat selesai.” jawabnya menjelaskan.
“Oalah... gak ketok pintu sih...
bagaimana mau tahu kalau ada orang.” jawabku cukup menyesal.
“Hehehehe... maaf atuh mbak. Kalau begitu saya minta nomor
Hpnya boleh?” kata lelaki iu.
“Oh... boleh” jawabku.
Akupun mengambil secarik kertas dan
menuliskan nomor Hpku dan memberikan secarik kertas itu padanya. Rupanya lelaki
itu anak kepala RT di lingkungan tempatku tinggal. Usai mengucapkan terimakasih,
diapun berpamitan serta memberikan senyuman hangat dan segera kembali ke rumah.
“Pantas saja bisa masuk, habisnya
rumahku ini tidak kupagari.” ungkapku dalam hati.
Semenjak kejadian itu, aku mencoba
untuk menjadi orang yang lebih terbuka di lingkungan tetanggaku dan sampai
sekarang ini, aku terus menjalin hubungan baik dengan tetangga di sekitar
rumahku.
Dari
: Denisward Eurico Ratahny - Mataram
Judul
: Cerpen