• LinkedIn

Senin, 08 Juni 2020

KIB TALK: #BLACKLIVESMATTER X #PAPUANLIVESMATTER BAGAIMANA CARA MENYIKAPI RASISME

20.33 // by KIBcentre // No comments




Baru-baru ini warga dunia diramaikan dengan kasus kematian George Floyd (46 tahun), pria keturunan Afro-Amerika yang tinggal di Minneapolis, Minnesota, Amerika Serikat (AS). Kematiannya menyulut amarah dan aksi besar-besaran di berbagai negara bagian AS, hingga meluas ke pelosok dunia. Hal itu lantaran Floyd mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi setelah petugas Kepolisian Minneapolis menangkap Floyd dengan tuduhan dirinya membeli rokok dengan uang kertas USD20 palsu. Massa aksi solidaritas untuk George Floyd berkumpul untuk mendoakan, menunjukkan rasa empati, menolak supremasi kulit putih, dan menuntut keadilan bagi George Floyd agar kasusnya diusut hingga tuntas dan petugas Kepolisian Minneapolis dihukum sesuai undang-undang yang berlaku. Netizen di berbagai belahan dunia pun ramai-ramai berkomentar di media sosial Twitter melalui tagar #BlackLivesMatter sebagai bentuk empati terhadap Geroge Floyd dan menolak supremasi kulit putih di berbagai belahan dunia.
            Seiring dengan hal itu, di dalam negeri isu terkait hak-hak warga Papua turut muncul ke permukaan dan menjadi perbincangan dunia maya dengan turut munculnya tagar #PapuanLivesMatter. Kejadian George Floyd, mengingatkan bangsa Indonesia bahwa perlakuan rasis di Indonesia juga masih terjadi, utamanya terhadap warga Papua dan Timur Indonesia. Tagar #PapuanLiesMatter berangkat dari memori tindakan rasis yang dilakukan aparat kepolisian Indonesia terhadap Obby Kogoya yang juga mendapat perlakuan serupa.
            KIB Centre menggelar program diskusi secara daring berjudul KIB Talk: #BlackLivesMatter x #PapuanLivesMatter. Bagaimana Cara Menyikapi Rasisme? Untuk membedah aksi solidaritas George Floyd, munculnya tagar #BlackLivesMatter yang menentang supremasi kulit putih dan rasisme, hingga menjalar pada munculnya tagar #PapuanLivesMatter serta untuk memberikan pemahaman maupun pandangan bentuk tindakan rasis dan bagaimana menyikapi serta mengantisipasi rasisme dari diri sendiri. Mira Permatasari Dharmawan selaku Direktur The Yudhoyono Institute dan Rika Adistyarini Schmall selaku diaspora Indonesia di Amerika Serikat membagikan pandangannya terkait permasalahan ini dari perspektif akademisi, khususnya dari kacamata ilmu Hubungan Internasional dan juga bagaimana kehidupan sebagai kelompok minoritas dan pendatang di Amerika Serikat.
            Rika Schmall menceritakan kasus rasisme merupakan hal yang sangat kompleks karena Amerika Serikat memiliki catatan kelam mengenai sejarah panjang perbudakan di masa lalu. Bangsa Amerika belum sepenuhnya terlepas dari isu rasisme dan keadilan sosial untuk kaum kulit hitam meskipun perbudakan telah lama dihapuskan. Kasus bermuara dari sentimen rasisme yang terjadi berulang kali dan menjadi semacam fenomena gunung es yang menimbulkan kegaduhan dalam negeri. Hal ini diperparah ketika dalam waktu yang bersamaan, Amerika Serikat sedang berjuang keras sebagai negara yang terinfeksi wabah Covid-19 tertinggi di dunia.  Tak bisa dipungkiri bahwa kasus yang menimpa Floyd telah menyulut kemarahan massal yang berujung pada aksi penjarahan dan kericuhan yang terjadi di banyak negara bagian di Amerika Serikat. Rika melaporkan situasi di tempat tinggalnya, Washington DC, hampir setiap hari masih terjadi gelombang demonstrasi dengan konsentrasi massa yang lebih besar namun dinilai lebih kondusif dibandingkan dengan aksi yang sama yang terjadi di negara bagian lainnya. Hal ini dikarenakan Washington DC merupakan salah satu negara bagian yang menjunjung tinggi perbedaan dan kemajemukan.
            Mira Permatasari menekankan kembali bahwa kasus yang dialami oleh George Floyd merupakan pengingat bagi kita semua bahwa diskriminasi dapat terjadi kepada siapapun dan di manapun tak terkecuali di Amerika Serikat yang mendapat julukan A Champion of Democracy. Kritik yang diberikan oleh beberapa negara seperti Cina, Iran, Ghana, Kenya dan Eropa kepada Amerika Serikat membuat kita mempertanyakan kembali sistem demokrasi di sana. Presiden Ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono beberapa hari lalu membuat tulisan yang menggambarkan bahwa Amerika Serikat saat ini sedang berada pada situasi sulit karena menghadapi 3 isu besar yakni kasus Covid-19, kerusuhan dan permasalahan ekonomi. Beliau mengatakan bahwa sejarah akan membuktikan apa yang bisa terjadi dengan Amerika Serikat. Isu ini kemudian menjadi penting untuk kita, karena Indonesia memiliki lebih dari 600 etnis yang menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan dengan keberagaman budaya. Terlebih Indonesia pernah menghadapi berbagai krisis tentang banyak hal, yang membuat kita tidak bisa menjadikan kasus kekerasan seperti yang terjadi kepada Floyd sebagai pembiaran.
            Meskipun apa yang terjadi dengan Floyd tidak bisa disamakan dengan kasus diskriminasi yang terjadi dengan saudara kita di Papua, akan tetapi kita dapat menemukan benang merah yang sama, yakni kemanusiaan dan keadilan. Jadikan momentum saat ini sebagai refleksi untuk lebih perhatian terhadap siapapun etnis di negeri ini. Kita harus bertanya kepada pemerintah, sejauh mana mereka memperhatikan hak-hak saudara kita di Papua, seperti apa bentuk dukungan yang seharusnya kita berikan untuk mereka. Prinsipnya adalah apa yang terjadi di Indonesia dengan segala kerawanan yang kita hadapi, harus dipastikan bahwa keadilan dan hukum adalah panglimanya. Kebebasan berpendapat dan suara rakyat harus didengar. Itu bukan hanya tugas pemerintah, tetapi kita semua harus mengambil peran untuk menegakkan keadilan di Indonesia.
            Mengenai cara untuk mengantisipasi dan menyikapi rasisme, Rika mengatakan bahwa menjunjung tinggi nilai-nilai dan peraturan yang diterapkan di Amerika dinilai efektif  dalam menjaga nama baik dan citra Indonesia. Menjadi minoritas di Amerika Serikat merupakan keunikan tersendiri bagi Rika Schmall. Walaupun Rika mendapatkan sambutan baik dari masyarakat sekitar, dirinya harus mampu untuk beradaptasi dalam bermasyarakat dan berteman dengan berbagai kalangan serta komunitas setempat, masyarakat etnis lain sebagai bagian dari upaya untuk menghargai keberagaman. Menurut Rika, semua individu, terlepas dari warna kulit, ras atau etnis dan agamanya memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mendapatkan hidup layak, mendapatkan pekerjaan sesuai kapabilitasnya dan berhak untuk dihargai hidupnya secara sama. Hal serupa diungkapkan oleh Mira, menurutnya di tengah keberagaman dan keunikan yang dimiliki Indonesia saat ini menjadi momentum yang sangat baik untuk menghargai perbedaan, dan menjunjung tinggi kemanusiaan.


0 komentar:

Posting Komentar